• PARTAI POLITIK

    gambarbannerpartaigasing1

    gambarbannerpartaiyoyo1

    logo-apajpg1

    logo-barisannasionaljpg4

    logo-bulanbintangjpg1

    logo-gerindrajpg

    logo-hanurajpg

    logo-panjpg1

    logo-partaidemokratjpg

    logo-partaigarudajpg

    logo-partaigolkarjpg

    logo-pdipjpg

    logo-pibjpg

    logo-pkbjpg

    logo-pkdjpg

    logo-pknujpg

    logo-pkpjpg

    logo-pksjpg

    logo-pmbjpg

    logo-pnimarhaenjpg

    logo-ppijpg

    logo-pppjpg

POLITIK:Demokrasi Bukanlah Mayoritas

WALAUPUN Indonesia sudah merdeka 64 atau 65 tahun, namun bagaimana warna demokrasi Indonesia ternyata belum jelas. Di era Soekarno ada istilah demokrasi terpimpin. Namun dalam tataran pelaksanaan, apa yang dimaksud demokrasi terpimpin, ternyata tidak jelas.

Di era Soeharto ada gagasan demokrasi Pancasila. Namun tidak pernah bisa dijalankan. Tidak jelas bagaimana caranya melaksanakan demokrasi Pancasila. Penataran P4 ternyata juga tak mampu mematikan perkembangan korupsi.

Di era SBY pengertian demokrasi semakin jauh dari harapan. Konyolnya, ketika SBY menang dengan perolehan suara lebih dari 60 persen maka ada yang mengatakan demokrasi adalah mayoritas.

Padahal, “suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi)”

Lebih menyedihkan lagi ketika ada artikel yang memuat kalimat yang mengatakan bahwa demokrasi adalah “vox populi vox dei” (suara rakyat adalah suara Tuhan). Ini sebuah kalimat yang bertentangan dengan pemikiran Islam. Bagi umat Islam, suara rakyat adalah suara rakyat. Suara Tuhan adalah suara Tuhan. Atau, vox populi et vox populi, vox dei et vox dei.

Demokrasi sesungguhnya berasal dari kata “demos” dan “kratos”. Demos artinya rakyar dan kratos artinya berdaulat. Jadi, demokrasi artinya kedaulatan ada di tangan rakyat dan seharusnya tak diwakilkan. Kedaulatan artinya pemilik aspirasi dan keputusan adalah di tangan rakyat. Namun demokrasi tak berarti mayoritas sebab aspirasi rakyat harus mencerminkan keseimbangan dan keadilan.

Kasus-kasus hukum

Kasus Prita, kasus nenek Minah yang mencuri tiga buah kakao seharga Rp 2.000, kasus pencurian semangka karena pelakunya kelaparan dan kasus-kasus hukum lainnya yang cukup banyak terjadi, merupakan bentuk demokrasi mayoritas karena semua anggota majelis hakim setuju menjatuhkan sanksi yang berat. Yang terbukti, tak menyertakan rasa keseimbangan dan keadilan.

Kasus-kasus kekuasaan

Kasus Bibit-Chandra juga merupakan cermin demokrasi berbasiskan kekuasaan di mana tanpa bukti dan saksi yang kuat, aparat yang mengataskan hukum langsung menahan dan memenjarakan kedua pimpinan KPK itu. Lagi-lagi ini merupakan demokrasi mayoritas yang melecehkan rasa keseimbangan dan keadilan.

Kasus-kasus politik

Di mana penentuan ketua panitia pansus kasus Bank Century ditentukan berdasarkan voting (suara mayoritas). Tentu saja pemenangnya adalah partai koalisi yang merupakan suara masyoritas. Bukti bahwa pengertian dan praktek demokrasi berdasar suara terbanyak selalu dimenangkan suara terbanyak tanpa mengindahkan rasa keseimbangan dan keadilan.

Meluruskan pemikiran-pemikiran yang salah memang sulit. Sama sulitnya kalau kita ingin meluruskan cara pikir orang-orang kafir. Sebab, orang-orang kafir selalu merasa bahwa pendapatnya benar dan tidak mungkin salah.

Jadi, demokrasi yang baik adalah sebuah keputusan yang berdasarkan asas keseimbangan dan keadilan. Keseimbangan dan keadilan artinya juga memperhatikan aspirasi minoritas sebab aspirasi minoritas belum tentu salah dan aspirasi mayoritas belum tentu benar.

Ukuran kebenaran sebuah kebenaran demokrasi bukanlah mayoritas atau minoritas, melainkan ukuran demokrasi adalah keseimbangan, keadilan dan kebenaran itu sendiri.Tapi ini tak pernah terjadi di negara-negara manapun termasuk Indonesia. Karikatur di bawah ini mengatakan bahwa “democracy only for idiots and hypocrites” (demokrasi hanya untuk orang bodoh dan munafik).

Jadi, jangan heran kalau ada sebagian umat Islam menolak pengertian demokrasi seperti sekarang ini, yaitu demokrasi yang mengatakan mayoritas atau suara rakyat adalah suara Tuhan.

Bagi sebagian umat Islam, demokrasi harus ditolak sebab datangnya dari bawah. Sebuah kebenaran datangnya harus dari atas, yaitu dari Tuhan di mana semua keputusan harus berdasarkan ajaran agama, terutama Al Quran. Bukan berdasar hukum buatan manusia yang multitafsir dan zalim.

Artinya, sebuah keputusan yang baik haruslah berbasiskan agama, terutama agama Islam.

Sumber: jamaica-rastuna.blogspot.com

Hariyanto Imadha

Facebooker/Blogger

https://partaigolput.wordpress.com