• PARTAI POLITIK

    gambarbannerpartaigasing1

    gambarbannerpartaiyoyo1

    logo-apajpg1

    logo-barisannasionaljpg4

    logo-bulanbintangjpg1

    logo-gerindrajpg

    logo-hanurajpg

    logo-panjpg1

    logo-partaidemokratjpg

    logo-partaigarudajpg

    logo-partaigolkarjpg

    logo-pdipjpg

    logo-pibjpg

    logo-pkbjpg

    logo-pkdjpg

    logo-pknujpg

    logo-pkpjpg

    logo-pksjpg

    logo-pmbjpg

    logo-pnimarhaenjpg

    logo-ppijpg

    logo-pppjpg

POLITIK: Tidak Ada Alasan Kuat Menolak Pencapresan Jokowi

FACEBOOK-PolitikTidakAdaAlasanKuatMenolakPencapresanJokowi

BERBAGAI survei dari berbagai lembaga survei menunjukkan bahwa elektabilitas Jokowi sebagai pribadi yang layak nyapres, ternyata selalu menduduki peringkat pertama. Bahkan, angka persentasenya kian lama kian meningkat .Bahkan saat sekarang melebihi angka 30%. Namun yang jadi tanda tanya di kalangan masyarakat adalah, apakah PDI-P akan mencalonkan Jokowi sebagai capres ataukah Jokowi tetap sebagai gubernur DKI Jakarta kemudian PDI-P mencari capres alternatif? Sebelum PDI-P memutuskan siapa capresnya, tak ada salahnya kita membuat semacam analisa-antisipasi .

Mungkinkah PDI-P akan mencapreskan Jokowi?
Kemungkinan itu pasti ada. Betapapun juga, PDI-P secara psikologi-politik akan lebih cenderung memilih Jokowi sebagai capres dibandingkan mencari-cari capres alternatif yang belum tentu memiliki elektabilitas setinggi Jokowi. Jadi, sangat dimungkinkan PDI-P akan mencapreskan Jokowi.

Berarti Jokowi ingkar janji?

Sebuah janji politik seorang pemimpin, bisa saja didelegasikan ke wakilnya, dalam hal ini Basuki TP yang otomatis akan menjadi Gubernur DKI Jakarta berdasarkan undang-undang. Bukankah saat kampanye bukan Jokowi saja yang berjanji, melainkan merupakan janji pasangan cagub-cawagub yang berarti merupakan janji Basuki TP juga.

Jokowi sebagai mantan Walikota Solo

Bukankah ketika Jokowi nyagub DKI Jakarta dan terpilih sebagai Gubernur DKI  Jakarta, semua wewenang dan tugasnya bisa dilimpahkan atau didelegasikan ke wakilnya? Toh, hal tersebut tidak dipermasalahkan pihak manapun.

Apakah Jokowi boleh nyapres?

Tidak ada undang-undang yang melarang Jokowi nyapres. Di negara demokrasi, boleh saja Jokowi nyapres.  Yang pasti, selama ini Jokowwi secara pribadi tidak pernah menyatakan tidak siap menjadi capres. Jokowi selalu mengatakan hal tersebut terserah Megawati. Terserah PDI-P. Artinya, tidak ada penolakan.

Bagaimana jika DPRD DKI tidak setuju?

Pastilah. Suara tidak setuju pasti pertamakali datang dari partai penguasa : Partai Demokrat. Tetapi, sebuah penolakan haruslah disertai alasan yang kuat. Harus ada dasar hukumnya. Nah, selama penolakan itu tidak ada dasar hukumnya, maka penolakan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum apapun juga.

Kalau Jokowi jadi presiden, berarti ingkar janji?

Ingkar janji selama kampanye cagub DKI Jakarta? Janji itu bisa diwakilkan ke Basuki TP (yang tentu saja menjadi Gubernur DKI Jakarta) dan akan direalisasikan sesuai dengan gagasan-gagasan Jokowi. Lagipula Basuki TP juga cukup kreatif-inovatif untuk mewujudkan Jakarta sebagai Jakarta Baru.

Berarti Jokowi putus hubungan dengan Basuki TP?

Secara organisasi pemerintahan DKI Jakarta, jawabannya “ya”. Tetapi, hubungan Jokowi sebagai presiden dengan Gubernur DKI (juga gubernur se-Indonesia) tetap ada. Hubungan fungsional tetap bisa berjalan. Bahkan di dalam mewujudkan Jakarta Baru, Gubernur Basuki TP akan mendapat kemudahan-kemudahan dari pemerintah pusat di bawah pimpinan Jokowi, terutama bantuan dana maupun bantuan politik.

Bagaimana jika pencapresan Jokowi ditolak warga DKI Jakarta?

Yang menolak pasti ada. Yang pasti, dukungan terhadap Jokowi sebagai capres jauh lebih banyak karena tidak hanya datang dari warga DKI Jakarta, tetapi datang dari berbagai daerah di Indonesia.

Bagaimana jika Basuki TP sebagai Gubernur DKI Jakarta ditolak warga?

Penolakan pasti ada. Terutama dari komunitas Islam tertentu. Namun harus dicatat, tidak semua umat Islam akan menolak Basuki TP sebagau gubernur. Jumlah umat Islam moderat-nasionalis jauh lebih banyak dibandingkan umat Islam tertentu.

Bagaimana jika ada pimpinan parpol tidak setuju Jokowi nyapres?

Siapa saja punya hak itu menyatakan tidak setuju. Tetapi setiap parpol juga punya hak untuk mempunyai capres masing-masing, sebab urusan capres adalah urusan internal parpol yang tidak boleh diintervensi oleh capres atau parpol lain.

Apakah kalau Jokowi jadi capres tidak boleh blusukan?

Tidak ada undang-undang yang melarang seorang presiden untuk blusukan. Bahkan bisa menemani Basuki TP untuk blusukan meninjau Jakarta. Blusukan harus dilihat secara positif, yaitu melihat fakta, mengumpulkan fakta, untuk dijadikan dasar-dasar kebijakan yang akan diambil.

Bagaimana jika ada kuda hitam?

Memang ada sebuah analisa, jika Mahfud MD dicapreskan Partai Demokrat, maka dialah yang akan memenangi Pemilu 2014 karena Mahfud MD didukung partai koalisi plus partai Islam. Namun, dengan mundurnya Mahsud MD dari konvensi capres yang diselenggarakan Partai Demokrat, maka kekhawatiran akan adanya “kuda hitam” tidak perlu dikhawatirkan. Bahkan jika Mahfud MD tetap maju dalam konvensi dan dicapreskan partai koalisi dan partai-partai Islam, Jokowi tetap punya nilai elektabilitas yang tertinggi.

Bagaimana jika pemilunya curang?

Kemungkinan pemilu curang itu pasti ada. Yang penting PDI-P dan semua parpol secara moral-politik wajib mengawasi proses pemilu mulai dari TPS hingga tingkat KPU Pusat. PDI-P harus mempunyai saksi di semua TPS. Dan jika ada kecurangan, saksi-saksi PDI-P harus mempunyai bukti-bukti (dan saksi-saksi) yang secara hukum cukup kuat.

Peranan lembaga survei

Quick count yang dilakukan para lembaga survei bisa dijadikan ukuran ada tidaknya indikator kecurangan dalam pemilu sehingga jika ada perbedaan hasil survei dengan hasil perhitungan KPU, maka perlu diadakan verifikasi. Setiap kecurangan yang disertai bukti-bukti kuat, bisa diajukan uji materi ke MK (Mahkamah Konstitusi)

Kesimpulan

-Kesimpulannya cukup singkat:” Tidak ada alasan yang kuat untuk menolak pencapresan Jokowi”

-Jokowi : menuju “Indonesia Baru”

Hariyanto Imadha

Pengamat perilaku

Sejak 1973