SATU dua bulan ini di berbagai media sosial online maupun beberapa komunitas masyarakat rami-ramai mengusung dan mengusulkan agar Jokowi dicapreskan untuk pemilu 2014 mendatang. Bahkan hampir tiap hari atau bahkan hampir tiap jam, di Facebook muncul usulan agar Jokowi maju sebagai capres. Tentu, sebuah harapan yang baik karena menurut agama, calon pemimpin yang baik adalah yang dicalonkan dan bukan mencalonkan diri.
A.Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan.
1.Hasil Pilgub DKI Jakarta
Kita buka catatan hasil Pilgub DKI jakarta yang lalu. Jokowi-Ahok mendapat 56% suara, sedangkan Foke-Nara mendapatkan 46% suara. Jelas, Jokowi menang mutlak. Ada yang mengatakan Jakarta adalah miniatur Indonesia. Artinya, kalau Jokowi menang di Jakarta, pastilah kalau jadi capres akan menang secara nasional. Sebuah logika-induksi yang sangat spekulatif sekali.
2.Hasil survei
Berbagai hasil survei menunjukkan bahwa nama Jokowi hampir pasti selalu teratas melebihi capres-capres yang namanya sudah muncul. Itu tidak keliru. Yang keliru yaitu, menganggap hasil survei sekarang tidak akan berubah. Padahal, survei sifatnya dinamis, kadang naik kadang turun. bahkan, bisa benar dan bisa keliru. Apalagi belum semua nama capres muncul. Masih ingat Pemilu 2004? Saat itu nama SBY belum terkenal. Yang terkenal adalah nama Megawati. Tetapi, siapa mengira, saat SBY mulai kampanye, namanya melejit melampaui ketenaran Megawati? Jangan lupa, hasil survei bisa berubah.
3.Si Kuda Hitam
Para pendukung Jokowi, tampaknya tidak memperhitungkan munculnya “Si Kuda Hitam”. Seorang capres yang mungkin diperkirakan tidak akan menang. Namun, bisa saja di luar dugaan justru dialah yang dikehendaki mayoritas rakyat Indonesia. Ingatlah, politik bukanlah matematika.
4.Faktor cawapres
Yang sering dilupakan adalah faktor cawapres. Jika cawapresnya adalah sosok politisi yang tidak disukai rakyat atau penampilannya kurang meyakinkan, maka hal tersebut juga bisa menurunkan citra seorang capres. Pada Pilgub Jabar, jelaslah pemilihan Deddy Mizwar sebagai cawagub merupakan pilihan yang sangat tepat untuk mendongkrak nama cagubnya. Begitu juga apabila yang terjadi adalah yang sebaliknya. Andaikan Jokowi nyapres, siapa yang akan menjadi cawapresnya? Kelihatannya sederhana, tetapi pengaruhnya sangat besar.
5.Aura kharisma
Ini bidangnya psikologi. Masih sedikit yang mempelajari. Apalagi menyangkut “aura kharisma”. Secara ilmiah keberadaan aura memang sudah dibuktikan. Antara lain foto aura. bahkan sudah dibuktikan adanya hubungan antara warna-warna aura dengan macam-macam penyakit. Begitu pula, melalui aura, bisa dilihat seberapa tinggi aura kharisma seorang capres. Sebenarnya aura kharisma merupakan analisa psikologi politik atau analisa psikologi kepribadian. Hasil analisa yang penulis lakukan, aura kharisma Jokowi memang termasuk tinggi, tetapi masih ada capres lain yang mempunyai aura kharisma tertinggi (tidak perlu penulis sebutkan namanya). Artinya, ada capres lain yang akan mendapatkan suara terbanyak, dibandingkan Jokowi (apabila Jokowi jadi nyapres).
B.Sebaiknya Jokowi nyapres pada 2019
Menurut penulis, ada baiknya Jokowi mencapreskan diri pada Pemilu 2019 dengan pertimbangan sebagai berikut:
Buktikan dulu janji-janji Jokowi-Ahok
Selama kampanye Pilgub DKI Jakarta, Jokowi-Ahok telah mengobral janji sangat banyak. Mulai dari akan mengatasi kemacetan, banjir, sampah, penertiban PKL, sumur resapan, kampung deret, ruang terbuka dan lain-lain. Saking banyaknya, mungkin warga DKI Jakarta kupa apa saja janji-janjinya yang lain. Apabila Jokowi belum membuktikan sebagian janjinya kemudian nyapres, maka akan muncul reaksi-reaksi dari warga. Antara lain Jokowi akan dianggap ingkar janji, tidak bertanggung jawab atas jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, hanya mementingkan kepentingan pribadi dan partai politiknya dibandingkan kepentingan warga DKI Jakarta dan komentar negatif lainnya. Kalau Jokowi menang dalam Pemilu 2014 tidak masalah. Kalau kalah?
Silahkan maju pada Pemilu 2019
Kalau Jokowi mau nyapres , silahkan maju pada Pemilu 2019. Kalau ternyata Jokowi bisa mewujudkan Jakarta sebagai Jakarta Baru yang bebas macet, bebas banjir,bebas sampah,bebas PKL dan berhasil merealisasikan semua janji-janjinya, maka hal tersebut akan menambah nilai positif pada Jokowi dan masyarakat akan semakin mempercayai kemampuan Jokowi untuk maju sebagai capres pada Pemilu 2019 nanti.
Hariyanto Imadha
Pengamat perilaku
Sejak 1973
Filed under: Uncategorized | Tagged: 2014, aura, aura kharisma, besar, capres, hariyanto imadha, jokowi, kharisma, mencapreskan, pada, pemilu, pikologi politik, politik, psikologi, psikologi kepribadian, salah |