• PARTAI POLITIK

    gambarbannerpartaigasing1

    gambarbannerpartaiyoyo1

    logo-apajpg1

    logo-barisannasionaljpg4

    logo-bulanbintangjpg1

    logo-gerindrajpg

    logo-hanurajpg

    logo-panjpg1

    logo-partaidemokratjpg

    logo-partaigarudajpg

    logo-partaigolkarjpg

    logo-pdipjpg

    logo-pibjpg

    logo-pkbjpg

    logo-pkdjpg

    logo-pknujpg

    logo-pkpjpg

    logo-pksjpg

    logo-pmbjpg

    logo-pnimarhaenjpg

    logo-ppijpg

    logo-pppjpg

POLITIK: Amien Rais dan Galau-Galau Politiknya

AmienRais-politikdotkompasianadotcom

NAMA yang akhir-akhir ini jadi pusat pembicaraan adalah Amien Rais yang dalam berbagai kesempatan selalu mengritik (baca: mencela) Jokowi dengan berbagai argumentasi versi Amien rais sendiri.

Siapa sih Amien Rais?

Prof. Dr. H. Amien Rais (lahir di Solo, Jawa Tengah, 26 April 1944; umur 69 tahun) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR periode 1999 – 2004. Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999 pada bulan Oktober 1999.—Sebuah majalah pernah menjulukinya sebagai “King Maker”. Julukan itu merujuk pada besarnya peran Amien Rais dalam menentukan jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Sidang Istimewa tahun 2001. Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak sampai 10% dalam pemilu 1999. (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Amien_Rais)

Namun, dalam perkembangannya tampaknya Amien Rais mengalami berbagai galau-galau politik.

Antara lain:

1.Jadi capres pada Pemilu 2004 tapi kalah

2.Anaknya ikut pilkada tapi kalah

3.Menjagokan Foke tapi kalah

4. Ingin mencapreskan Jokowi dan mencawapreskan  Hatta Radjasa tapi gagal

5.Gagal membentuk Poros Tengah Jilid II

Ad.1.Jadi capres pada Pemilu 2004 tapi kalah

Pemilu 2004 Amien Rais ikut tampil mencalonkan diri menjadi presiden, berpasangan dengan Siswono Yudhohusodo. Dengan rasa optimism, Amien Raispun berkampanye di mana-mana untuk menawarkan misi dan misinya sebagai capres. Namun ternyata, kepopulerannya sebagai politisi tidak membuahkan hasil. Pemenangnya adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Amien Rais yang dulu dijuluki “King Maker” ternyata tidak bias menjadikan dirinya sendiri menjadi “King”.

Ad.2.Anaknya ikut pilkada tapi kalah

Kota Gudeg Yogyakarta akhirnya punya walikota baru. Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta melalui rapat pleno menyatakan pasangan calon walikota dan wakil walikota Haryadi Suyuti-Imam Priyono sebagai pemenang Pemilihan Kepala Daerah Yogyakarta 2011. Pasangan dari Partai Golkar dan PDI Perjuangan ini mengalahkan putra tokoh Yogyakarta yang juga pendiri Partai Amanat Nasional, Amien Rais.— Pasangan Ahmad Hanafi Amien Rais-Tri Harun Ismaji (FITRI) dari PAN-Demokrat

(Sumber: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/251417-anak-amien-rais-kalah-di-pilkada-kota-diy)

Ad.3.Menjagokan Foke tetapi kalah

Dalam Pilgub DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu, Amien Rais sangat mendukung Foke agar terpilih lagi sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk masa jabatan yang kedua. Sayang, harapannya kandas karena pemenangnya adalah Jokowi-Basuki Tjahaya Purnama. Maka Amien Raispun melontarkan berbagai tudingan. Antara lain menuding Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama membayar pers untuk mempopulerkan nama mereka. Bahkan menuding barisan pebisnis ada di belakang Basuki Tjahaja Purnama yang memberikan dukungan dana kampanye.  (Sumber: http://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000016785615/amien-rais–foke-nara-kalah-karena-jokowi-ahok-bayar-pers/)

Ad.4.Ingin mencapreskan Jokowi dan mencawapreskan  Hatta Radjasa tapi gagal

Jokowi dan Prabowo yang merupakan tokoh dari etnis Jawa dinilai sesuai untuk menjadi capres. Hatta, menurut Amien, cocok dipasangkan dengan salah satu di antaranya.

“Dengan Pak Jokowi boleh, Pak Prabowo boleh,” ujarnya. (Sumber: http://news.detik.com/read/2013/07/29/194611/2318116/10/amien-rais-hatta-rajasa-cocok-jadi-cawapres-jokowi-atau-prabowo)

Ad.5.Gagal membentuk Poros Tengah Jilid II

Nostalgia itu sekarang dicoba dihidupkan kembali oleh Amien Rais. Poros. Tengah Jilid II mulai dihidupkan kembali. Setidaknya 15 kali sudah pertemuan dilakukan secara bergantian oleh partai-partai Islam.

Pertemuan di antara pimpinan partai politik merupakan sesuatu yang sah, apalagi kita hendak menghadapi Pemilu 2014. Hanya saja kalau semangatnya adalah menghidupkan kembali cara berpolitik seperti di tahun 1999, maka hal seperti itu sudh ketinggalan zaman.

Mengapa kita katakan ketinggalan zaman? Karena, sistem politik kita sekarang ini berbeda jauh dengan tahun 1999. Ketika itu Poros Tengah bisa berjaya karena penentuan Presiden dilakukan oleh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sejak tahun 2004, kekuasaan itu tidak diwakilkan lagi kepada MPR, tetapi dipegang langsung oleh rakyat dengan prinsip “satu orang, satu suara” (Sumber: http://www.metrotvnews.com/front/view/2013/09/26/1651/Kedewasaan-Berpolitik/tajuk)

Amien Rais berkicau karena galau

Berdasarkan kekalahan-kekalahan dan kegagalan-kegagalan politiknya, maka Amien Raispun dilanda galau-galau politik. Hal ini bias jadi berkembang dalam bentuk penyerangan terhadap Jokowi sebagai manifestasi daripada kekalahan dan kegagalan tersebut di atas.

Menyerang Jokowi

Bisa jadi kicauan Amien Rais bertujuan untuk menurunkan popularitas Jokowi yang besar kemungkinan akan dicapreskan oleh PDI-P. Kalau itu tujuannya, tentu tidak efektif sebab Jokowi semakin dikritik justru semakin simpatik. Yang masih akal adalah kicauan itu sebagai manifestasi dan indicator bahwa Amien Rais sedang mengalami beban psikologis, bahkan beban psikologis-politis.

Dulu “King Maker” sekarang “Chirp  Maker”

Dulu Amien Rais memang sempat dijuluki King Maker, yaitu menjadikan orang lain sebagai presiden, antara lain Gus Dur dan kemudian Megawati. Tapi sesudah itu eranya lain di mana presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat. Dan ternyata itu membawa kekalahan-kekalahan dan kegagalan-kegagalan dari setumpuk harapan yang dimiliki Amien Rais. Akhirnya, jadilah Amien Rais sebagai “Chirp Maker” (pembuat kicauan burung). Tiap kesempatan selalu menyerang Jokowi. Selalu menciptakan kesalahan buat Jokowi. Dan semua itu bukan merupakan kritik untuk Jokowi tetapi jelas-jelas merupakan celaan-celaan politik.

Tapi, biarlah. Itu hak Amien Rais.

Sumber foto: politik.kompasiana.com

Catatan:

Maaf, saya jarang sekali membaca komen-komen

Hariyanto Imadha

Pengamat perilaku

Sejak 1973