• PARTAI POLITIK

    gambarbannerpartaigasing1

    gambarbannerpartaiyoyo1

    logo-apajpg1

    logo-barisannasionaljpg4

    logo-bulanbintangjpg1

    logo-gerindrajpg

    logo-hanurajpg

    logo-panjpg1

    logo-partaidemokratjpg

    logo-partaigarudajpg

    logo-partaigolkarjpg

    logo-pdipjpg

    logo-pibjpg

    logo-pkbjpg

    logo-pkdjpg

    logo-pknujpg

    logo-pkpjpg

    logo-pksjpg

    logo-pmbjpg

    logo-pnimarhaenjpg

    logo-ppijpg

    logo-pppjpg

POLITIK: Korupsi Tanggungjawab Mereka Yang Tidak Golput

FACEBOOK-PolitikKorupsiTanggungJawabMerekaYangTidakGolput

SELAMA ini golput selalu disalahkan dengan berbagai alasan. Padahal, orang menjadi golput karena berbagai alasan. Ada banyak alasan orang menjadi golput dan sebagian besar bukan karena salahnya warganegara yang golput. Padahal, mereka yang tidak golputpun seharusnya punya tanggung jawab, antara lain salah pilih. Ternyata,p emimpin dan atau wakil yang dipilihnya melakukan korupsi. Sebenarnya harus dipahami bahwa pemilu di Indonesia bersifat “hak”, bukan “kewajiban”. Artinya, memilih atau tidak memilih adalah hak setiap warga negara dan masing-masing banyak penyebabnya.

Pemilu adalah hak

Pemilu di Indonesia bersifat “hak”, bukan kewajiban. Artinya, memilih atau tidak memilih merupakan pilihan. Boleh memilih boleh juga tidak memilih. Memilih atau tidak memilih tidak melanggar undang-undang apapun juga. Tidak ada hubungannya dengan sebutan warganegara yang baik maupun warganegara yang tidak baik. Tidak ada hubungannya dengan boleh atau tidak boleh mengritik pemerintah.

Kewajiban warganegara

Kewajiban warganegara yaitu mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Termasuk menghargai dan menjalankan ideologi negara (Pancasila), konstitusi (UUD 1945), NKRI dan Bhineka Tunggal Ika serta taat memenuhi semua kewajibannya untuk membayar bermacam-macam pajak dan retribusi. Itulah yang disebut warganegara yang baik.

Golput maupun tidak golput berhak mengritik pemerintah

Mengriti adalah hak setiap warganegara dan ini dijamin UUD 1945 yang menyatakan dengan tegas bahwa berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dijamin undang-undang sejauh tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku

Penyebab korupsi

Penyebab korupsi antara lain 70% pemilih belum memahami politik dalam arti yang sebenarnya. Belum memahami track record itu apa. Belum tahu apa kriteria capim (calon pemimpin) dan caleg yang berkualitas. Belum tahu bagaimana cara memilih yang benar. Masih terpengaruh oleh hasil survei rekayasa, iklan yang mengobral janji sorga dan masih rawan money politic. Apalagi sekitar 50% pemilih berpendidikan lulusan SD atau SD tidak tamat. Artinya, 70% pemilih belum berkualitas. Bahkan yang berpendidikan S1, S2 dan S3 –pun masih banyak yang awam politik.

Memilih berdasarkan “Ilmu Kira-Kira”

Karena awam politik, maka 70% pemilih (bahkan mungkin lebih dari 70% pemilih) melakukan pilihan berdasarkan “Ilmu Kira-Kira”. Kalau ditanya mereka selalu berkata “Memilih berdasarkan hati nurani”. Padahal mereka memilih berdasarkan “Ilmu Kira-Kira”. Memilih berdasarkan hati nuranipun bisa salah karena hati nurani tiap orang berbeda-beda, buktinya pilihan mereka berbeda-beda.

Memilih secara tidak rasional

Di samping itu banyak juga yang memilih secara tidak rasional. Antara lain takut fatwa golput, karena diperintahkan gurunya terutama guru agamanya, terpengaruh brainwashing, menhikuti logika yang salah :” Pilihlah yang terbaik dari semuanya yang tidak baik”. Padalah logika yang benar :” Kalau semuanya tidak baik, ya jangan dipilih satupun juga”.

Asal pilih

Karena banyak pemilih yang tidak rasional dan memilih berdasarkan “Ilmu Kira-Kira”, maka yang terjadi adalah mereka “salah pilih”. Kalaui salah pilih mereka suka cari-cari alasan :” Selama ini saya mengira dia orang-baik-baik. Kalau ternyata tidak baik, ya saya tidak tahu”. Sebuah alasan yang bersifat membela diri dan tidak mau bertanggung jawab atas kesalahannya memilih.

Salah pilih, muncullah koruptor

Akibat salah pilih, maka yang terjadi adalah munculnya pemimpin dan caleg koruptor. Menjadi maling uang rakyat. Menggerogoti APBN. Menjadi pembohong dan pendusta rakyat. Jarang hadir di Gedung DPR. Mencari proyek. Memperkaya diri sendiri. Ingin berkuasa lagi. Tentu semuanya dengan segala cara, termasuk cara curang sekalipun. Boleh dikatakan 70% dari mereka adalah “bajingan-bajingan” politik.

Korupsi tanggung jawab mereka yang tidak golput

Maka wajar saja kalau warganegara yang tidak golputlah yang harus bertanggung jawab atas lahirnya “bajingan-bajingan politik” itu. Tidak perlu cari-cari alasan karena faktanya pilihan mereka salah. Faktanya mereka telah memunculkan koruptor-koruptor dan “bajingan-bajingan” politik. Mereka yang tidak golput dan salah pilih harus meminta maaf kepada rakyat karena akibat salah pilih itulah rakyat menjadi menderita. Korupsi merajalela. Sumber daya alam dijual murah. Banyak undang-undang yang pro kapitalis asing. Akibatnya rakyatlah yang menderita. Semua itu tanggung jawab warganegara yang tidak golput. Warganegara yang telah salah pilih.

Hariyanto Imadha
Pengamat perilaku politik
Sejak 1973

POLITIK: Korupsi Tanggung Jawab Mereka Yang Tidak Golput

FACEBOOK-PolitikKorupsiTanggungJawabMerekaYangTidakGolput

SISTEM ataupun desain politik di Indonesia boleh dikatakan belum profesional. Kualitasnya masih  setara tahi kucing. Mengurus DPT saja tidak becus. DPT kacau atau memang sengaja dikacaukan. Pelaksanaannya juga amburadul. Hasil pemilupun tidak bisa diaudit atau tidak boleh diaudit. Tranparansi boleh dikatakan tidak ada. Peluang kecurangan terbuka lebar mulau dari lembaga pemilu pusat hingga daerah. Terlalu banyak oknum penyelenggara pemilu yang rberpotensi rawan suap. Adanya pihak ketiga yang campur tangan secara diam-diam. Celakanya, 70% pemilih tergolong pemilih yang tidak faham politik. Apalagi, sekitar 50% pemilih hanya lulusan SD atau SD tidak tamat. Pencerahan dan pendidikan politik bagi masyarakat boleh dikatakan tidak ada. Jelas, selama ini pemilu maupun pilkada tergolong kegiatan yang masih amatiran.

Belum ada pencerahan dan pendidikan politik

Demokrasi langsung di Indonesia salah jalan. Belum ada program pencerahan dan pendidikan politik bagi masyarakat, langsung masyarakat dilibaatkan dalam pemilu ataupun pilkada langsung. Apalagi, sekitar 50% pemilih merupakan lulusan SD atau SD tidak tamat. Mereka yang berpendidikan S1, S2 dan S3 saja masih banyak yang awam politik. Jadi, betapa lucunya pemilu di Indonesia yang harus diiuti oleh 70% pemilih yang masih awam politik.

Memilih berdasarkan imu kira-kira

Konsekuensi dari kualitas pemilih yang rendah, maka merekapun memilih calon pemimpin maupun caleg hanya berdasarkan ilmu kira-kira. Mereka tidak faham track record politisi itu apa dan bagaimana cara menilainya. Mereka tidak tahu apa kriteria calon pemimpin dan caleg yang berkualitas. Akibatnya, mereka memilih hanya berdasarkan ilmu kira-kira saja.

Mudah terpengaruh

Dengan kondisi kualitas pemilih yang rendah, maka mereka sangat mudah terpengaruh. Mulai dari pengaruh uang (money politik), janji-janji sorga yang ujung-ujungnya janji gombal, terlalu percaya dengan hasil-hasil survei politik yang sebenarnya rekayasa dan bertujuan menggiring opini mereka, terpengaruh iklan-iklan di TV, radio, spanduk dan alat peraga lainnya. Percaya apa yang dikatakan pemimpin lokalnya (bupati, camat, lurah dan lain-lain). Mengikuti apa saja yang dikatakan guru agamanya seolah-olah apa yang dikatakan guru agamanya tidak mungkin salah.

Mengira pemilu itu wajib

Sekitar 70% pemilihpun beranggapan bahwa memilih dalam pemilu adalah wajib. Padahal, memilih adalah hak. Hak artinya boleh memilih boleh tidak memilih. Masalahnya adalah, mereka tidak tahu bedanya pengertian wajib dan hak. Mereka datang ke TPS biasanya karena takut dikatakan golput seolah-olah golput itu buruk.

Takut fatwa haram golput

Kalau mendengar fatwa, maka rasio merekapun tidak digunakan. Mereka percaya begitu saja. Padahal,penyebab golput itu sangat banyak. Karena golput dikonotasikan negatif, maka merekapun takut melanggar fatwa haram golput. Seolah-olah kalau golput mereka akan masuk neraka. Sebuah logika yang sangat koplak.

Salah pilih

Karena ketidakfahaman mereka tentang politik,maka para pemilih akhirnya asal pilih. Akibatnya adalah, calon pemimpin dan caleg yang mereka pilih adalah figur-figur yang tidak berkualitas. Antara lain korupsi, menjual kekayaan alam ke kapitalis asing dengan harga murah, salah kelola APBN. Terjadilah macam-macam bencana. Antara lain bencana ekonomi, bencana hukum, bencana HAM, bencana perbankan dan bencana-bencana lain di berbagai sektor. Utang pemerintahpun tidak pernah berkurang secara signifikan, melainkan justru bertambah secara signifikan.

Korupsi tanggung jawab mereka yang tidak golput

Dengan demikian, karena 70% pemilih adalah pemilih yang tidak faham politik, tidak cerdas, tidak faham track record, tidak tahu kriteria kualitas, mudah terpengaruh uang, hasil survei, iklan dan janji, maka akhirnya mereka memilih hanya berdasarkan ilmu kira-kira saja. Mereka banyak salah pilihnya karena ternyata figur yang mereka pilih adalah figur koruptor. Korupsipun semakin merajalela di Indonesia. Jadi, mereka harus bertanggung jawab atas kesalahannya. Mereka harus secara jujur mengakui bahwa mereka telah salah pilih.

Hariyanto Imadha
Pengamat perilaku politik
Sejak 1973

POLITIK: Dana Saksi Pemilu 2014 Bisa Memunculkan Saksi-Saksi Palsu?

FACEBOOK-PolitikDanaSaksiPemilu2014BisaMenghasilkanSaksiSaksiPalsu

SIAPA pengusul dana saksi pemilu, berapa besar dana saksi pemilu,berapa besar honor saksi pemilu, bagi saya bukan masalah yang utama. Masalah utama adalah dana tersebut menggunakan alasan karena beberapa parpol terutama parpol kecil dianggap tidak mampu menyediakan saksi pemilu di sekitar 500.000 TPS, terutama dari seksi dana. Yang mengherankan, dana saksi pemilu kabarnya tidak untuk parpol tetapi dikelola oleh Bawaslu. Lebih mengherankan lagi, kabarnya dana tersebut tidak ada dasar hukumnya. Bahkan diambil dari APBN. Lebih janggal lagi ada yang menggunakan istilah saksi dari pemerintah. Tambah aneh lagi, tidak semua parpol setuju.

Dengan asumsi, tidak semua parpol mampu menyediakan saksi di semua TPS, yang berarti tidak mungkin memantau semua kondisi di semua TPS, bahkan termasuk parpol besar sekalipun, maka bukan tidak mungkin akan memunculkan banyaknya saksi-saksi palsu. Di mana ada parpol tidak punya saksi di suatu TPS, maka masuklah saksi palsu. Bisa mengatasnamakan PDI-P, Partai Gerindra, Partai Hanura atau lainnya. Padahal, saksi palsu itu dikendalikan oleh Partai Terkorup dan Tercurang, misalnya. Maka pastilah, suara Partai Terkorup dan Tercurang akan mendapatkan suara terbanyak di TPS tersebut, antara lain dengan cara memanipulasi perolehan suara.

Saya tidak menuduh. Hanya mencoba membuat analisa politik sekitar dana saksi pemilu yang menimbulkan pro kontra dan terkesan dipaksakan. Jika semua hal yang tidak transparan dan tampaknya tidak disetujui semua parpol, maka besar kemungkinannya Pemilu 2014 akan memunculkan sangat banyak saksi palsu yang pastinya merekayasa perolehan suara untuk memenangkan Partai Terkorup dan Tercurang.

Hariyanto Imadha
Pengamat perilaku
Sejak 1973

POLITIK: Ketika Pengurus RT/RW “Diperalat” Kepentingan Politik Caleg

FACEBOOK-PolitikKetikaPengurusRTRWDiperalatKepentinganPolitikCaleg

PEMILU sudah dekat. Para calegpun cari-cari akal termasuk akal-akalan supaya terpilih dan menang. Mulai dari memasang alat peraga dalam berbagai bentuk yang dipasang di pohon, tiang listrik, tembok, warung dan di mana yang kira-kira bisa dilihat dibaca orang. Juga membagikan kartu nama, brosur politik dan lain-lain. Termasuk di antaranya melakukan pendekatan ke pengurus RT/RW dengan janji-janji yang konon akan menguntungkan kedua belah pihak, baik caleg maupun para warga di RT/RW tersebut.

Apakah RT/RW itu?

Menurut Keppres No.49 Tahun 2001 dijelaskan dengan gamblang bahwa RT/RW atau Rukun Tetangga/Rukun Warga adalah Organisasi Kemasyarakatan atau Lembaga Kemasyarakatan yang melayani kepentingan warga dalam kaitannya membantu kepentingan pemerintahan setempat (pemerintah daerah).

Jelaslah bahwa Pengurus RT/RW bukanlah organisasi politik. Juga sangat jelas, Pengurus RT/RW adalah melayani kepentingan warga, bukan mengurusi kepentingan caleg.

Promosi caleg

Sudah lama, sebelum ada pertemuan dengan para warga, caleg tersebut telah memasang spanduk di komplek perumahan. Di pohon, tiang telepon, pos satpam, balai RT/RW dan di mana-mana. Juga membagikan kalender 2014 dan lain-lain.

Janji caleg

Sudah jauh-jauh tersiar kabar bahwa caleg tersebut berjanji akan melakukan pembangunan di komplek perumahan. Terutama akan memperbaiki jalan. Mungkin diaspal mungkin dibeton. Itupun akan dilakukan kalau dia terpilih kembali sebagai caleg DPRD/DPR (kurang jelas).

Undangan berhadiah

Supaya banya warga mau datang ke balai RT/RW (saya namakan demikian), maka caleg melalui undangan RT/RW menjanjikan undangan ada hadiah atau door-prize berupa mesin cuci dan dua buah kipas angin.

Terkontaminasi kepentingan politik

Bisa dikatakan, Pengurus RT/RW yang merupakan Organisasi atau Lembaga Kemasyarakatan non-politik. Dengan dibantunya kepentingan caleg, maka Pengurus RT/RW telah terkontaminasi kepentingan politik seorang caleg incumbent tersebut.  Maka orangpun menebak, itu terjadi mungkin karena Pengurus RT/RW masih ada hubungan saudara, mungkin sama-sama simpatisan parpol tertentu, mungkin mendapat “uang sokok” sekian puluh juta dan mungkin juga terbius oleh janji-janji perbaikan jalan.

Tidak etis

Bukan soal boleh atau tidak boleh. Tetapi, cara-cara seperti itu tidaklah etis karena “memperalat” Pengurus RT/RW. Membebani pengurus denngan kepentingan politik. Padahal, kaalau soal perbaikan jalan, bisa dengan cara swa sembada atau mandiri.

Pembodohan warga

Apa yang dilakukan konspirasi caleg dan Pengurus RT/RW sebenarnya merupakan pembodohan politik bagi warga. Sebab, warga diiming-iming perbaikan jalan dan iming-iming lainnya. Di ssamping tidak mendidik juga kurang cerdas.

Warga mampu mandiri

Masih di dalam satu komplek, tetapi di RT/RW yang lain. Pengurus RT/RW-nya cerdas. Tiap bulan warganya dipungut iuran sesuai kemampuan. Bagi yang punya mobil dipungut iuran lebih mahal. Sekitar enam terkumpullah dana. Dana itu digunakan untuk perbaikan jalan berupa pembetonan jalan. Hasilnya, semua jalan di RT/RW tersebut menjadi bagus, rapi, halus dan nyaman. Tanpa ada unsur-unsur yang melibatkan kepentingan politik dari caleg tertentu.

Hariyanto Imadha
Pengamat perilaku politik
Sejak 1973

POLITIK: Pemilu Jujur Umumkan Per-TPS

Pemilu2014-haryono-idBSCom

SELAMA ini hasil pemilu diumumkan langsung per-provinsi. Misalnya, Propinsi A 71.035.456 suara, Propinsi B sekian, Propinsi C sekian dan seterusnya. Masyarakat tidak tahu dari mana asal usul angka tersebut. Tidak tahu hasil per kabupaten/kota. Apalagi hasil per-TPS. Sistem pengumuman hasil pemilu seperti itu sangat rawan manipulasi suara. Rawan ketidak jujuran. Tepatnya, rawan kecurangan.

Perlu penggantian sistem

Sistem seperti itu harus diganti dengan sistem pengumuman hasil pemilu per-TPS. Kalau jumlah TPS se-Indonesia ada sekitar 550.000 TPS, maka harus diumumkan per-kabupaten/kota dan diuraikan per-TPS. Misalnya, Kotamadya Tangerang Selatan, Kecamatan A, Kelurahan B, TPS No.28 hasilnya untuk parpol, caleg dan capres sekian. Dengan demikian di website KPU ada kolom kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa, TPS,hasil parpol. hasil pileg dan hasil capres. Tentu, di kolom paling bawah ada hasil per propinsi dan hasil secara nasional. Hasil pemilu seperti itu bisa dimuat di website KPU dalam format tabel ataupun dengan fasilitas “search”.

Tidak sulit dan tidak ribet

Sulit? Ribet? Tidak sulit dan tidak ribet. Sebab, Indonesia sudah memiliki puluhan ribu tenaga ahli TI (Teknologi Informasi) dan proses “data entry” bukanlah hal yang sulit. KPU bisa bekerja sama dengan para ahli TI tersebut. Dengan demikian masyarakat bisa mencek atau mencocokkan hasil per-TPS di TPS tempat seseorang memilih dengan hasil per-TPS yang diumumkan di website KPU. Misalnya, Si A memilih di Tangerang Selatan, Kecamatan A, Kelurahan B, TPS No.28 bisa melihat hasilnya untuk tiap parpol, tiap caleg maupun tiap capres. Bahkan bisa mengetahui hasil per kabupaten/kota, per-provinsi dan secara nasional. Hanya pengumuman dengan sistem seperti itulah yang bisa menyakinkan masyarakat bahwa pemilu benar-benar jujur an bisa diaudit oleh masyarakat. Bahkan jika terjadi kekeliruan, masyarakatpun bisa memberikan masukan atau koreksi dengan mudah. Tidak sulit. Tidak ribet.

Sumber gambar: haryono-id.blogspot.com

Hariyanto Imadha
Pengamat perilaku
Sejak 1973

POLITIK: Prabowo-Jokowi Capres-Cawapres Pemilu 2014?

PREDIKSI-PrabowoJokowiCapresCawapres

PILPRES tinggal beberapa bulan lagi. Namun sampai November 2013, belum ada kepastian apakah Jokowi jadi dicapreskan/dicawapreskan ataukah tetap menjadi Gubernur DKI Jakarta. Yang sudah pasti abowo Subianto tampaknya tetap pendiriannya sebagai capres. Lantas siapa cawapres Prabowo dan siapa capres PDI-P?

Sikap PDI-P

Menjelang pemilu 2014, sikap PDI-P adalah sikap Megawati sebagai ketua umum. Artinsiapa yang akan menjadi capres atau cawapres,alah yang akan menentukannya. Itupun akan ditentukan setelah Mega melihat hasil pileg (pemilihan anggota legislatif) mendatang. Jadi, sikapnya tentang capres/cawapres PDI-P tentu masih mengundang tanya dan menimbulkan rasa penasaran dan bermacam-macam spekulasi.

Capres PDI-P dari internal ataukah eksternal partai?

Belum jelas. Namun dari beberapa informasi yang berseliweran di internet, memang ada beberapa skenario. Capres PDI-P bisa dari internal maupun eksternal. Namun, suara terkuat adalah dari internal partai. Tetapi siapa dari kalangan internal partai yang mempunyai tingkat popularitas dan elektabilitas setinggi popularitas dan elektabilitas Jokowi. Rasa-rasanya kok tidak ada. Maka besar kemungkinan Jokowilah andalannya.

Terkendala perjanjiian Batu Tulis?

Apa isi selengkapnya perjanjian itu? Hanya kalangan internal PDI-P dan Partai Gerindra saja yang mengetahuinya. Namun dari berbagai informasi yang berselweran dari berbagai media massa baik offline maupun online, isinya bisa diperkirakan. Kemungkinan, pemilu 2009 Megawati sebagai capres dan Prabowo sebagai cawapres. Untuk itu pastilah Praowo ikut bergotong royong dalam hal pembiayaan pasangan Mega-Pro (yang ternyata kalah). Dan, pemilu 2014, gantian PDI-P yang harus mendukung Prabowo sebagai capres dengan cawapresnya dari PDI-P. Siapa? Tentu, Jokowilah andalannya. Dengan demikian komposisinya Prabowo-Jokowi sebagai capres-cawapres.

Kenapa tidak Jokowi saja yang menjadi capres?

Jika benar  isinya perjanjian Batu Tulis seperti dugaan di atas, maka Megawati rasa-rasanya bukan tipe-tipe politisi yang suka mengingkari janji maupun komitmen, apalagi kabarnya perjanjian politik itu ditandatangani di atas meterai. Walaupun perjanjian itu bisa dilanggar dan tidak bisa digugat secara hukum (ada yang mengatakan demikian), namun masyarakat yakin puteri Soekarno itu tetap akankonsekuen untuk mematuhi perjanjian itu antara lain untuk menghindari terjadinya kegaduhan politik. Apalagi Megawati telah berhutang budi pada Prabowo pada pemilu 2009 yang lalu.

Kenapa Megawati tidak pro hasil survei?

Hasil berbagai survei politik menunjukkan bahwa selama berbulan-bulan tingkat popularitas dan elektabilitas Jokowi selalu tertinggi dibandingkan capres-capres lainnya walaupun Jokowi belum resmi menjadi capres. Hasil survei adalah merupakan cerminan dari sebagian masyarakat secara induktif. Kenapa Megawati tidak pro suara rakyat? Barangkali, Megawati mengambil jalan kompromi yang tidak merugikan perjanjian Batu Tulis dan sekaligus memenuhi keinginan rakyat, walaupun status Jokowi tidak capres melainkan cawapres. Yang penting Jokowi bisa maju pada pemilu mendatang. Dan Megawati yakin rakyat yang mendukung Jokowi tidak akan marah besar. Kompromi, itulah kata kuncinya sekaligus solusi politik. Kalau begitu, kenapa tidak diumumkan sekarang saja? Tentu, itu bagian strategi politik Megawati atau PDI-P.

Apakah Jokowi bersedia menjadi cawapres?

Jokowi adalah kader PDI-P. Apa yang diputuskan Megawati pastilah akan dipatuhinya apapun resikonya, seperti halnya Jokowi mendapat mandat sebagai cagub DKI Jakarta yang lalu. Itupun kabarnya atas usulan dari Prabowo. Yang pasti politik itu dinamis. Bisa jadi komposisinya bukan Prabowo-Jokowi  melainkan ada alternatif-alternatif lainnya. Apakah pasangan Prabowo-Jokowi bisa memenangi pemilu 2014? Itu soal nanti.

Politik itu dinamis

Artikel ini cuma hasil daripada sebuah analisa yang logis yang bisa benar dan bisa juga tidak benar. Maklum, politik itu dinamis. Apalagi kalau Prabowo menyatakan secara terbuka siap berkompetisi dengan capres Jokowi. Persoalannya akan menjadi lain.

Sumber foto: en.wikipedia.org dan jokowiholic.deviantart.com

Hariyanto Imadha
Pengamat perilaku
Sejak 1973

POLITIK: Ciri-Ciri Pemilu Yang Berpotensi Curang

LOGO-Pemilu2014Haryono-IdBlogspotCom

PEMILU merupakan salah satu cara berdemokrasi di mana kedaulatan rakyat bisa disalurkan antara lain dalam hal menggunakan hak memilih dan dipilih. Namun celakanya, pemilu juga merupakan ajar persaingan yang ketat bagi capres-cawapres, caleg maupun parpol. Dalam upayanya memenangkan calon atau parpolnya, tak jarang dilakukan berbagai cara apapun termasuk berbuat curang terutama kecurangan yang sistemik dan terstruktur yang acapkali kalau digugat tak terselesaikan secara tuntas.

Ciuri pertama pemilu berindikasi curang yaitu adanya DPT yang kacau atau meragukan. Bisa disengaja kacau atau memang sejak awalnya sudah kacau. Antara lain adanya pemilih ganda, di bawah umur, sudah meninggal, status menikah/cerai, status TNI aktif/TNI tidak aktif, perpindahan domisili pemilih, pemilih yang memenuhi syarat tapi tak tercatat di DPT dan kekacauan lainnya. Ini juga berakibat terhadap adanya surat suara siluman atau palsu yang berakibat hasil perhitungan suara menjadi layak diragukan validitasnya.

Kedua, yaitu hasil pemilu nasional tidak diumumkan per-TPS dan per-kabupaten/kota teapi langsung perprovinsi sehingga terbuka adanya manipulasi data perolehan suara. Walaupun di KPU dihitung secara manual dan disaksikan para saksi parpol, namun data yang di-“entry” merupakan bahan baku yang validitasnya juga bisa diragukan karena manipulasi bahan baku bisa terjadi sebelum data-data tersebut dikirim ke KPU. Bahkan, bisa jadi semua parpol tidak tahu berapa jumlah sebenarnya TPS yang ada. Sebab, bukan tak mungkin ada TPS siluman.

Ketiga, hasil pemilu tidak bisa atau mungkin tidak boleh diaudit oleh para kontestan pemilu atau oleh pihak lain yang independen. Alasan bahwa data-data pemilu merupakan data rahasia merupakan alasan yang dicari-cari saja. Sebab, yang dimaksud rahasia adalah tidak boleh diketahui Si A memilih apa/siapa, Si B memilih apa/siapa dan Si C memilih aa/siapa. Sedangkan hasil per-TPS justru harus diumumkan secara transparan.

Dengan demikian. Apabila DPT kacau, pengumuman hasil pemilu tidak diumumkan per-TPS dan per-kabupaten/kota serta hasil pemilu tiadk bisa/boleh diaudit, maka itulah ciri-ciri pemilu yang berpotensi terjadinya kecurangan yang boleh jadi sudah diskenariokan secara sistemik dan terstruktur.

Jika pemilu benar-benar jujur dan transparan, maka hasil per-TPS dan per-kabupaten/kota harus diumumkan di website KPU dan bisa diakses oleh semua warganegara Indonesia untuk dicocokkan kebenarannya. Jika tidak, maka hasil pemilu terutama pemilu 2014 validitasnya sangat layak untuk diragukan.

Sumber gambar: haryono-id.blogspot.com

Hariyanto Imadha
Penulis Kritik Pencerahan
Sejak 1973

POLITIK: MoU KPU dengan Lemsaneg Tidak Perlu

FACEBOOK-PolitikMoUKPUDenganLemsanegTidakPerlu

PEMILU 2014 tinggal beberapa bulan lagi. Bamun sebagian masyarakat agak terkejut mendengar berita adanya MoU antara KPU dengan Lemsaneg (Lembaga Sandi Negara) sebab kerjasama itu bukan atas usul rakyat. Melihat ngototnya pihak Lemsaneg dan pernyataan yang menyatakan hasil kerja Lemsaneg tidak akan dilaporkan ke presiden (SBY) dan tidak akan menguntungkan pihak PD (Partai Demokrat) justru mengundang tanya dan kecurigaan. Sebab, berdasarkan tupoksi, jelaslah semua hasil kerja Lemsaneg wajib dilaporkan ke presiden. Tidak ada jaminan jaminan Lemsaneg tidak akan melaporkannya ke presiden dan juga tidak ada jaminan tidak akan menguntungkan PD. Apalagi Lemsaneg bersifat tertutup dan tidak mungkin pihak manapun mengetahui  hasil kerja Lemsaneg yang sebenarnya terutama dalam kaitannya data-data hasil pemilu. Dengan kata lain, MoU tersebut sangat layak untuk dicurigai oleh para pemilih maupun para kontestan pemilu.

Umumkan Per-TPS

Ada cara lain yang lebih transparan dan dijamin kejujurannya. Yaitu, KPU mengumumkan hasil pemilu  se-Indonesia per-TPS dan dimuat di website KPU. Dengan jumlah TPS sekitar 400.000 TPS hal tersebut bisa dilakukan dengan mudah sejauh data entry-nya dilakukan SDM yang kualitas dan kuantitasnya memadai. Misalnya: Hasil pemilu di DIY Yogyakarta TPS No.28 hasilnya sekian,  TSP No.5 sekian, TPS No.25 sekian dan seterusnya. Hasil pemilu di Kabupaten Tangerang di TPS No.1 sekian, TPS No.10 sekian dan seterusnya. Dengan demikian para pemilih bisa mencocokkan hasil pemilu di TPS tempat dia memilih dengan hasil yang diumumkan di website KPU. Misalnya Si A memilih di Kabupaten Cirebon TPS No.13, maka Si A bisa mencocokkannya di website KPU dengan menggunakan fasilitas “search” maupun dalam bentuk tabel per kabupaten/kota yang memuat rincian hasil pemilu per-TPS. Gagasan inipun bisa dilakukan oleh semua parpol kontestan pemilu, lembaga survei, relawan IT, LSM maupun lembaga independen lainnya.

Gagasan yang Mudah Direalisasikan

Gagasan ini sangat mudah dan programnyapun tidak sulit pembuatannya. Untuk proses data entry-nyapun tidak sulit. Sistem ini mempunyai beberapa keuntungan. Antara lain, para pemilih bisa mencocokkan hasil di TPS dengan hasil yang dimuat di website KPU. Mudah mengontrolnya, jika ada ketidakcocokan bisa langsung diketahui dan dikoreksi. Sangat menjamin kejujuran dan keakuratan hasil pemilu. Sangat mudah diaudit. Tentunya, di samping hasil per-TPS, hasil per kabupaten/kota dan per provinsi juga harus diumumkan. Lebih sempurna lagi kalau diumumkan di website KPU dalam bentuk tabel yang memuat hasil per-TPS. Logikanya, dengan cara seperti itu, maka MoU antara KPU dengan Lemsaneg tidak diperlukan.

Hariyanto Imadha

Pengamat perilaku

Sejak 1973

POLITIK: Mewaspadai Capres Kartu Kuning dan Kartu Merah

FACEBOOK-PolitikMewaspadaiCapresKartuKuningDanKartuMerah

NEGARA dan bangsa kita bisa hancur secara politik, ekonomi, sosial, hukum dan lain-lainnya kalau rakyat salah memilih capres. Dari hasil pengamatan yang penulis lakukan baik di masyarakat maupun di media online khususnya media sosial online, masih ada tulisan-tulisan yang bernada mendukung capres-capres tertentu yang sebenarnya termasuk capres “kartu kuning” maupun “kartu merah”. Hal ini karena sebagian besar rakyat belum merupakan pemilih yang cerdas. Mudah terpengaruh iklan atau figur daripada faktor kualitas. Maklum, apa kriteria capres yang berkualitas, mereka juga belum faham. Mereka pasti akan memilih capres berdasarkan “ilmu kira-kira” dan tidak berdasarkan “analisa politik” yang mendalam. Maklum, masih buta soal politik.

Apa yang dimaksud dengan capres kartu kuning dan kartu merah?

Capres kartu kuning

Yaitu capres yang juga pengusaha tetapi perusahaan-perusahaannya terlilit utang hingga puluhan triliunan rupiah

Dan capres yang selama menjadi pejabat pernah merugikan negara dalam arti menimbulkan defisit sebesar puluhan triliun rupiah.

Contoh:

1.Capres yang punya banyak utang

Punya banyak perusahaan, tetapi punya banyak utang. Terutama utang pajak yang bertahun-tahun belum dilunasi. Bahkan salah satu perusahaannya menimbulkan bencana sehingga menyengsarakan puluhan ribu rakyat. Uang ganti rugi yang diberikan ke masyarakatpun belum lunas juga.

Kalau capres macam begini jadi presiden, bukan tak mungkin utang-utang perusahaannya akan “diputihkan” dan akan mengganti rugi rakyat yang dirugikan perusahaannya memakai uang APBN. Bahkan sangat mungkin semua ganti rugi yang dibayarkan perusahaannya, akan diminta kembali dan akan ditukar dengan uang APBN.

2.Capres yang merugikan institusi yang dikelolanya

Mendapat kepercayaan sebagai pejabat untuk mengelola salah satu instansi yang melayani masyarakat luas. Namun yang dilakukannya justru menimbukan defisit instansi tersebut hingga puluhan triliun rupiah. Sikapnya “selonong boy”. Perilakunya terkesan “sak karepe dewe”.

Bahkan ada capres yang saat berkuasa, dengan sangat mudah mengijinkan masuknya ratusan investor asing yang akan mengeruk kekayaan alam Indonesia. Dan terbukti merugikan negara hingga Rp 20.000 triliun per tahun.

Kalau capres begini jadi presiden, bukan tak mungkin Negara akan dibikin defisit sangat besar dan menambah utang semakin besar. Dia akan menjadi presiden yang tidak efektif dan efisien. Mengejar tujuan optimalisasi tetapi dengan cara pemborosan-pemborosan.

Capres kartu merah

Yaitu capres yang diduga sangat kuat dan diyakini  terkait dengan pelanggaran-pelangaran HAM yang berat tetapi selalu lolos dari jerat hukum dan capres yang cara bicaranya selalu bernada rasialis dan penuh sikap intoleransi.

Contoh:

1.Capres yang diduga sangat kuat dan diyakini terkait dengan pelanggaran HAM berat.

Para mahasiswa yang sekarang sudah berstatus alumni tentu masih ingat kasus Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II maupun Tragedi Mei juga Tragedi 27 Juli di Kantor PDI di Jl.Diponegoro, Jakarta Pusat.. Tragedi-tragedi itu pastilah telah direncanakan secara strukturan dan sistimatis. Dan hanya bias dilakukan militer berdasarkan ilmu strategi perang yang pernah dipelajarinya. Penculikan dan pembunuhan mahasiswapun dilakukan. Pembakaran mal maupun pusat pertokoanpun dihalalkan. Pelanggaran HAM berat tetapi dengan entengnya politisi-politisi yang sedang berkuasa di DPR mengatakan itu bukan pelanggaran HAM berat karena tidak termasuk pembunuhan massal.

Kalau dia jadi presiden, sudah pastilah akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan dan ambisi pribadinya. Tidak peduli dengan suara rakyat. Lebih suka menindas dan membungkam rakyat yang cerdas dan kritis. Demo-demopun akan dihadapi dengan kekerasan. Gaya kepemimpinannya akan cenderung mengarah ke totaliterisme atau otoriterisme. Yang berarti, gaya “Suhartoisme” akan bangkit lagi.

2. Capres yang cara bicaranya selalu bernada rasialis dan penuh sikap intoleransi.

Tiap kesempatan bicara, selalu terkesan membela agama. Bahkan sering membawa ayat-ayat suci. Seolah-olah akan memuliakan harkat dan martabat bangsa. Namun punya masa lalu yang tidak baik, antara lain suka kawin cerai dan kawin siri. Sikapnya antipati terhadap agama-agama yang lain. Bahkan bercita-cita mendirikan negara agama dan mengganti Pancasila dengan ideologinya sendiri.

Kalau dia jadi presiden, maka itulah saat-saat bubarnya NKRI. Perpecahan umat akan terjadi secara nasional dan hebat. Banyak korban berjatuhan. Bukan hanya korban terluka tetapi juga terbunuh. Dan nantinya akan terbukti bahwa negara agama ternyata juga tidak merupakan jaminan.Sebab, walaupun satu agama, tetapi mereka berbeda aliran dan kepentingan. Rakyat justru semakin menderita.

Kategori capres lainnya
1.Capres yang mengandalkan tampang

2.Capres nepotisme

3.Capres curang

Ad.1.Capres yang mengandalkan tampang

Hanya bermodalkan tampang “ganteng”, diapun ingin maju sebagai capres. Padahal mengurusi sembako saja tidak mampu, apalagi mau mengurus bangsa yang begitu banyak dan negara yang begitu luas. Pengalamannya di pemerintahanpun tak menghasilkan prestasi yang gemilang. Biasa-biasa saja.

Ad.2.Capres nepotisme

Pensiunan militer. Diseleksi melalui seleksi pura-pura, hanya untuk memberi kesan dia terseleksi secara ketat. Padahal dia dimenangkan oleh kakak iparnya sendiri yang sedang berkuasa. Tujuannya, kalau dia menjadi presiden, maka akan melindungi dan menyelamatkan kepentingan-kepentingan kakak iparnya di masa berkuasa. Termasuk melindungi segala macam dugaan-dugaan korupsinya.

Ad.3.Capres curang

Sudah berpengalaman curang dalam pemilu. Berbagai cara dilakukan. Uang banyak entah dari mana.Biasanya negara asing yang merupakan negara besar membantu pendanaan maupun rekayasa IT KPU jika capres tersebut pro negara asing tersebut. Sebagai imbalannya, negara asing tersebut harus dibolehkan menguasai sebagaian besar potensi-potensi ekonomi Indonesia. Dan kalau terpilih sebagai presiden, harus mau jadi “kacung”-nya negara tersebut.

Capres berkualitas memang sedikit

Di dunia ini memang capres yang jujur jumlahnya sedikit. Apalagi di Indonesia yang terkenal sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia. Sehingga ada anggapan, siapapun yang terpilih sebagai presiden Indonesia, pastilah terlbat korupsi, baik langsung maupun tidak langsung. Baik terbongkar maupun tidak terbongkar. Dan biasanya lembaga semacam PPATK, BPK dan KPK dan lembaga penegak hukum lainnya sangat dimungkinkan dibuat sedemikian rupa sehingga bungkam semua.

Meskipun demikian, jika Tuhan berkenan, mudah-mudahan Pemilu 2014 nanti akan muncul capres yang berkualitas. Dalam arti jujur, bersih, cerdas, amanah, kreatif dan merakyat.

Saran

Oleh karena itu, sebelum memilih capres, pelajari dulu track recordnya, prestasinya, masa lalunya, prestasi buruknya, perilaku buruknya, kondisi ekonomi pribadinya atau kondisi ekonomi perusahaannya. Sebab, salah pilih, hancurlah bangsa dan negara kita tercinta ini.

Semoga bermanfaat

Catatan:
Maaf, saya jarang membaca komen-komen.

Hariyanto Imadha

Penulis kritik pencerahan

Sejak 1973


POLITIK: Amien Rais dan Galau-Galau Politiknya

AmienRais-politikdotkompasianadotcom

NAMA yang akhir-akhir ini jadi pusat pembicaraan adalah Amien Rais yang dalam berbagai kesempatan selalu mengritik (baca: mencela) Jokowi dengan berbagai argumentasi versi Amien rais sendiri.

Siapa sih Amien Rais?

Prof. Dr. H. Amien Rais (lahir di Solo, Jawa Tengah, 26 April 1944; umur 69 tahun) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR periode 1999 – 2004. Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999 pada bulan Oktober 1999.—Sebuah majalah pernah menjulukinya sebagai “King Maker”. Julukan itu merujuk pada besarnya peran Amien Rais dalam menentukan jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Sidang Istimewa tahun 2001. Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak sampai 10% dalam pemilu 1999. (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Amien_Rais)

Namun, dalam perkembangannya tampaknya Amien Rais mengalami berbagai galau-galau politik.

Antara lain:

1.Jadi capres pada Pemilu 2004 tapi kalah

2.Anaknya ikut pilkada tapi kalah

3.Menjagokan Foke tapi kalah

4. Ingin mencapreskan Jokowi dan mencawapreskan  Hatta Radjasa tapi gagal

5.Gagal membentuk Poros Tengah Jilid II

Ad.1.Jadi capres pada Pemilu 2004 tapi kalah

Pemilu 2004 Amien Rais ikut tampil mencalonkan diri menjadi presiden, berpasangan dengan Siswono Yudhohusodo. Dengan rasa optimism, Amien Raispun berkampanye di mana-mana untuk menawarkan misi dan misinya sebagai capres. Namun ternyata, kepopulerannya sebagai politisi tidak membuahkan hasil. Pemenangnya adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Amien Rais yang dulu dijuluki “King Maker” ternyata tidak bias menjadikan dirinya sendiri menjadi “King”.

Ad.2.Anaknya ikut pilkada tapi kalah

Kota Gudeg Yogyakarta akhirnya punya walikota baru. Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta melalui rapat pleno menyatakan pasangan calon walikota dan wakil walikota Haryadi Suyuti-Imam Priyono sebagai pemenang Pemilihan Kepala Daerah Yogyakarta 2011. Pasangan dari Partai Golkar dan PDI Perjuangan ini mengalahkan putra tokoh Yogyakarta yang juga pendiri Partai Amanat Nasional, Amien Rais.— Pasangan Ahmad Hanafi Amien Rais-Tri Harun Ismaji (FITRI) dari PAN-Demokrat

(Sumber: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/251417-anak-amien-rais-kalah-di-pilkada-kota-diy)

Ad.3.Menjagokan Foke tetapi kalah

Dalam Pilgub DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu, Amien Rais sangat mendukung Foke agar terpilih lagi sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk masa jabatan yang kedua. Sayang, harapannya kandas karena pemenangnya adalah Jokowi-Basuki Tjahaya Purnama. Maka Amien Raispun melontarkan berbagai tudingan. Antara lain menuding Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama membayar pers untuk mempopulerkan nama mereka. Bahkan menuding barisan pebisnis ada di belakang Basuki Tjahaja Purnama yang memberikan dukungan dana kampanye.  (Sumber: http://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000016785615/amien-rais–foke-nara-kalah-karena-jokowi-ahok-bayar-pers/)

Ad.4.Ingin mencapreskan Jokowi dan mencawapreskan  Hatta Radjasa tapi gagal

Jokowi dan Prabowo yang merupakan tokoh dari etnis Jawa dinilai sesuai untuk menjadi capres. Hatta, menurut Amien, cocok dipasangkan dengan salah satu di antaranya.

“Dengan Pak Jokowi boleh, Pak Prabowo boleh,” ujarnya. (Sumber: http://news.detik.com/read/2013/07/29/194611/2318116/10/amien-rais-hatta-rajasa-cocok-jadi-cawapres-jokowi-atau-prabowo)

Ad.5.Gagal membentuk Poros Tengah Jilid II

Nostalgia itu sekarang dicoba dihidupkan kembali oleh Amien Rais. Poros. Tengah Jilid II mulai dihidupkan kembali. Setidaknya 15 kali sudah pertemuan dilakukan secara bergantian oleh partai-partai Islam.

Pertemuan di antara pimpinan partai politik merupakan sesuatu yang sah, apalagi kita hendak menghadapi Pemilu 2014. Hanya saja kalau semangatnya adalah menghidupkan kembali cara berpolitik seperti di tahun 1999, maka hal seperti itu sudh ketinggalan zaman.

Mengapa kita katakan ketinggalan zaman? Karena, sistem politik kita sekarang ini berbeda jauh dengan tahun 1999. Ketika itu Poros Tengah bisa berjaya karena penentuan Presiden dilakukan oleh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sejak tahun 2004, kekuasaan itu tidak diwakilkan lagi kepada MPR, tetapi dipegang langsung oleh rakyat dengan prinsip “satu orang, satu suara” (Sumber: http://www.metrotvnews.com/front/view/2013/09/26/1651/Kedewasaan-Berpolitik/tajuk)

Amien Rais berkicau karena galau

Berdasarkan kekalahan-kekalahan dan kegagalan-kegagalan politiknya, maka Amien Raispun dilanda galau-galau politik. Hal ini bias jadi berkembang dalam bentuk penyerangan terhadap Jokowi sebagai manifestasi daripada kekalahan dan kegagalan tersebut di atas.

Menyerang Jokowi

Bisa jadi kicauan Amien Rais bertujuan untuk menurunkan popularitas Jokowi yang besar kemungkinan akan dicapreskan oleh PDI-P. Kalau itu tujuannya, tentu tidak efektif sebab Jokowi semakin dikritik justru semakin simpatik. Yang masih akal adalah kicauan itu sebagai manifestasi dan indicator bahwa Amien Rais sedang mengalami beban psikologis, bahkan beban psikologis-politis.

Dulu “King Maker” sekarang “Chirp  Maker”

Dulu Amien Rais memang sempat dijuluki King Maker, yaitu menjadikan orang lain sebagai presiden, antara lain Gus Dur dan kemudian Megawati. Tapi sesudah itu eranya lain di mana presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat. Dan ternyata itu membawa kekalahan-kekalahan dan kegagalan-kegagalan dari setumpuk harapan yang dimiliki Amien Rais. Akhirnya, jadilah Amien Rais sebagai “Chirp Maker” (pembuat kicauan burung). Tiap kesempatan selalu menyerang Jokowi. Selalu menciptakan kesalahan buat Jokowi. Dan semua itu bukan merupakan kritik untuk Jokowi tetapi jelas-jelas merupakan celaan-celaan politik.

Tapi, biarlah. Itu hak Amien Rais.

Sumber foto: politik.kompasiana.com

Catatan:

Maaf, saya jarang sekali membaca komen-komen

Hariyanto Imadha

Pengamat perilaku

Sejak 1973