• PARTAI POLITIK

    gambarbannerpartaigasing1

    gambarbannerpartaiyoyo1

    logo-apajpg1

    logo-barisannasionaljpg4

    logo-bulanbintangjpg1

    logo-gerindrajpg

    logo-hanurajpg

    logo-panjpg1

    logo-partaidemokratjpg

    logo-partaigarudajpg

    logo-partaigolkarjpg

    logo-pdipjpg

    logo-pibjpg

    logo-pkbjpg

    logo-pkdjpg

    logo-pknujpg

    logo-pkpjpg

    logo-pksjpg

    logo-pmbjpg

    logo-pnimarhaenjpg

    logo-ppijpg

    logo-pppjpg

POLITIK: Golput Tidak Haram Salah Pilih Haram

POLITIK-GolputTidakHaram

MENJELANG Pemilu 2009, keluarlah fatwa haram golput. Padahal, negara-negara lainnya, terutama negara-negara Islam tidak ada yang mengeluarkan fatwa haram golput. Artinya, fatwanya hanya tidak bersifat universal-internasional. Hanya untuk Indonesia saja. Fatwa yang meragukan, apalagi dikeluarkan menjelang pemilu. Masyarakat pantas curiga di balik fatwa tersebut pastilah ada nuansa politiknya. Fatwa tersebut kelihatannya baik tetapi tidak mendidik dan tidak mencerdaskan.

Memilih adalah hak dan bukan kewajiban

Banyak politisi atau pihak-pihak nonpolitik yang cara bicaranya membodoh-bodohkan rakyat, seolah-olah memilih itu wajib. Seolah-olah pertisipasi itu wajib. Seolah-olah golput itu tidak baik. Seolah-olah golput itu dosa besar dan layak masuk neraka.

Fatwa yang tidak cerdas

Kalau tujuannya untuk mengurangi angka golput, tidaklah dengan cara mengeluarkan fatwa golput. Melainkan mendesak DPR agar merevisi UU Pemilu yang antara lain memuat pasal bahwa memilih bukan lagi hak, melainkan kewajiban. Sanksinya, yang tidak datang ke TPS akan dikenakan denda (seperti yang berlaku di Australia).

Golput tidak sama dengan daging babi

Daging babi pastilah haram dan dosa  bagi umat Islam. Sedangkan golput penyebabnya sangat banyak. Ada puluhan penyebab golput dan tidak bisa disamaratakan. Tidak bisa menggunakan Logika Hantam Kromo bahwa golput itu buruk. Banyak rakyat yang golput justru sengaja digolputkan atau karena manajemen pemilu yang amburadul sehingga ada jutaan bahkan puluhan juta rakyat yang tidak terdaftar di DPT dan sebab-sebab lainnya. Golput mana yang termasuk dosa dan masuk neraka? Enggaklah, golput itu pilihan dan karena keadaan.

Memilih yang benar

Memilih yang benar haruslah berdasarkan kecerdasan dan pemahaman politik yang benar. Memilih harus tahu kriteria dan ciri-ciri dari calon pemimpin dan calon wakil rakyat yang berkualitas. Harus tahu mana yang benar-benar yang berkualitas dan mana yang benar-benar tidak berkualitas.

Tidak faham politik

Sayang, sekitar 70% yang datang ke TPS adalah para pemilih yang awam politik. Apalagi, 50% dari mereka hanya berpendidikan/ lulusan SD atau tidak tamat SD. Lebih parah lagi, selama ini rakyat tidak pernah mendapatkan pendidikan dan pencerahan politik. Mereka memilih hanya berdasarkan hal-hal yang tidak rasional. Yang karena money politic-lah, tergiring hasil survei politiklah, termakan iklan-iklan di TV-lah, dan pengaruh-pengaruh lain yang tidak mencerdaskan.

Kalau golput 100% Indonesia tidak punya pemimpin

Ada cara berlogika yang keliru, seolah-olah kalau angka golputnya 100%, maka Indonesia tidak punya pemimpin dan wakil rakyat. Tidak realistis. Di dunia ini tidak ada negara yang angka golputnya 100%. Hanya berandai-andai saja. Tidak cerdas. Banyak rakyat golput antara lain karena tidak ada capres atau calon wakil rakyat yang benar-benar berkualitas dan benar-benar bisa dipercaya.

Korupsi dan kemaksiatan salah mereka yang tidak golput

Dengan demikian, terjadinya banyak korupsi dan kemaksiatan adalah salahnya yang tidak golput. Kalau kekayaan alam Indonesia dijual murah ke kapitalis asing, itu juga tanggung jawab mereka yang salah pilih. Demikian juga karut marut penegakan hukum juga akibat dan hasil pilihan dari mereka yang salah pilih. Dengan demikian, salah pilih bisa mengakibatkan berbagai bencana. Antara lain bencana korupsi, bencana kemaksiatan, bencana hukum, bencana APBN, bencana kekayaan alam, bencana energi, bencana sosial, nemcana perbankan dan berbagai bencana lainnya di berbagai sektor.

Salah pilih haram hukumnya

Justru, mereka yang salah pilihlah yang layak difatwakan haram hukumnya. Nasehat yang mengatakan “Pilihlah yang terbaik dari semua yang tidak baik” merupakan nasehat yang menyesatkan, sebab bisa jadi semua yang tidak baik itu calon koruptor semua. Alasan bahwa yang penting memilih sesuati hati nurani juga cara yang salah, sebab hati nurani juga bisa keliru. Begitu juga ada nasehat yang tidak benar yang mengatakan, pilih yang kira-kira tidak baik. Kalau ternyata tidak baik, itu bukan salah pemilih. Ini merupakan logika yang keliru karena memilih hanya berdasarkan Ilmu Kira-Kira. Salah pilih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Memilih berdasarkan Ilmu Kira-Kira adalah salah besar dan tidak cerdas serta berdosa.

Hariyanto Imadha
Pengamat perilaku
Sejak 1973

POLITIK: Korupsi Tanggungjawab Mereka Yang Tidak Golput

FACEBOOK-PolitikKorupsiTanggungJawabMerekaYangTidakGolput

SELAMA ini golput selalu disalahkan dengan berbagai alasan. Padahal, orang menjadi golput karena berbagai alasan. Ada banyak alasan orang menjadi golput dan sebagian besar bukan karena salahnya warganegara yang golput. Padahal, mereka yang tidak golputpun seharusnya punya tanggung jawab, antara lain salah pilih. Ternyata,p emimpin dan atau wakil yang dipilihnya melakukan korupsi. Sebenarnya harus dipahami bahwa pemilu di Indonesia bersifat “hak”, bukan “kewajiban”. Artinya, memilih atau tidak memilih adalah hak setiap warga negara dan masing-masing banyak penyebabnya.

Pemilu adalah hak

Pemilu di Indonesia bersifat “hak”, bukan kewajiban. Artinya, memilih atau tidak memilih merupakan pilihan. Boleh memilih boleh juga tidak memilih. Memilih atau tidak memilih tidak melanggar undang-undang apapun juga. Tidak ada hubungannya dengan sebutan warganegara yang baik maupun warganegara yang tidak baik. Tidak ada hubungannya dengan boleh atau tidak boleh mengritik pemerintah.

Kewajiban warganegara

Kewajiban warganegara yaitu mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Termasuk menghargai dan menjalankan ideologi negara (Pancasila), konstitusi (UUD 1945), NKRI dan Bhineka Tunggal Ika serta taat memenuhi semua kewajibannya untuk membayar bermacam-macam pajak dan retribusi. Itulah yang disebut warganegara yang baik.

Golput maupun tidak golput berhak mengritik pemerintah

Mengriti adalah hak setiap warganegara dan ini dijamin UUD 1945 yang menyatakan dengan tegas bahwa berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dijamin undang-undang sejauh tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku

Penyebab korupsi

Penyebab korupsi antara lain 70% pemilih belum memahami politik dalam arti yang sebenarnya. Belum memahami track record itu apa. Belum tahu apa kriteria capim (calon pemimpin) dan caleg yang berkualitas. Belum tahu bagaimana cara memilih yang benar. Masih terpengaruh oleh hasil survei rekayasa, iklan yang mengobral janji sorga dan masih rawan money politic. Apalagi sekitar 50% pemilih berpendidikan lulusan SD atau SD tidak tamat. Artinya, 70% pemilih belum berkualitas. Bahkan yang berpendidikan S1, S2 dan S3 –pun masih banyak yang awam politik.

Memilih berdasarkan “Ilmu Kira-Kira”

Karena awam politik, maka 70% pemilih (bahkan mungkin lebih dari 70% pemilih) melakukan pilihan berdasarkan “Ilmu Kira-Kira”. Kalau ditanya mereka selalu berkata “Memilih berdasarkan hati nurani”. Padahal mereka memilih berdasarkan “Ilmu Kira-Kira”. Memilih berdasarkan hati nuranipun bisa salah karena hati nurani tiap orang berbeda-beda, buktinya pilihan mereka berbeda-beda.

Memilih secara tidak rasional

Di samping itu banyak juga yang memilih secara tidak rasional. Antara lain takut fatwa golput, karena diperintahkan gurunya terutama guru agamanya, terpengaruh brainwashing, menhikuti logika yang salah :” Pilihlah yang terbaik dari semuanya yang tidak baik”. Padalah logika yang benar :” Kalau semuanya tidak baik, ya jangan dipilih satupun juga”.

Asal pilih

Karena banyak pemilih yang tidak rasional dan memilih berdasarkan “Ilmu Kira-Kira”, maka yang terjadi adalah mereka “salah pilih”. Kalaui salah pilih mereka suka cari-cari alasan :” Selama ini saya mengira dia orang-baik-baik. Kalau ternyata tidak baik, ya saya tidak tahu”. Sebuah alasan yang bersifat membela diri dan tidak mau bertanggung jawab atas kesalahannya memilih.

Salah pilih, muncullah koruptor

Akibat salah pilih, maka yang terjadi adalah munculnya pemimpin dan caleg koruptor. Menjadi maling uang rakyat. Menggerogoti APBN. Menjadi pembohong dan pendusta rakyat. Jarang hadir di Gedung DPR. Mencari proyek. Memperkaya diri sendiri. Ingin berkuasa lagi. Tentu semuanya dengan segala cara, termasuk cara curang sekalipun. Boleh dikatakan 70% dari mereka adalah “bajingan-bajingan” politik.

Korupsi tanggung jawab mereka yang tidak golput

Maka wajar saja kalau warganegara yang tidak golputlah yang harus bertanggung jawab atas lahirnya “bajingan-bajingan politik” itu. Tidak perlu cari-cari alasan karena faktanya pilihan mereka salah. Faktanya mereka telah memunculkan koruptor-koruptor dan “bajingan-bajingan” politik. Mereka yang tidak golput dan salah pilih harus meminta maaf kepada rakyat karena akibat salah pilih itulah rakyat menjadi menderita. Korupsi merajalela. Sumber daya alam dijual murah. Banyak undang-undang yang pro kapitalis asing. Akibatnya rakyatlah yang menderita. Semua itu tanggung jawab warganegara yang tidak golput. Warganegara yang telah salah pilih.

Hariyanto Imadha
Pengamat perilaku politik
Sejak 1973

POLITIK: Korupsi Tanggung Jawab Mereka Yang Tidak Golput

FACEBOOK-PolitikKorupsiTanggungJawabMerekaYangTidakGolput

SISTEM ataupun desain politik di Indonesia boleh dikatakan belum profesional. Kualitasnya masih  setara tahi kucing. Mengurus DPT saja tidak becus. DPT kacau atau memang sengaja dikacaukan. Pelaksanaannya juga amburadul. Hasil pemilupun tidak bisa diaudit atau tidak boleh diaudit. Tranparansi boleh dikatakan tidak ada. Peluang kecurangan terbuka lebar mulau dari lembaga pemilu pusat hingga daerah. Terlalu banyak oknum penyelenggara pemilu yang rberpotensi rawan suap. Adanya pihak ketiga yang campur tangan secara diam-diam. Celakanya, 70% pemilih tergolong pemilih yang tidak faham politik. Apalagi, sekitar 50% pemilih hanya lulusan SD atau SD tidak tamat. Pencerahan dan pendidikan politik bagi masyarakat boleh dikatakan tidak ada. Jelas, selama ini pemilu maupun pilkada tergolong kegiatan yang masih amatiran.

Belum ada pencerahan dan pendidikan politik

Demokrasi langsung di Indonesia salah jalan. Belum ada program pencerahan dan pendidikan politik bagi masyarakat, langsung masyarakat dilibaatkan dalam pemilu ataupun pilkada langsung. Apalagi, sekitar 50% pemilih merupakan lulusan SD atau SD tidak tamat. Mereka yang berpendidikan S1, S2 dan S3 saja masih banyak yang awam politik. Jadi, betapa lucunya pemilu di Indonesia yang harus diiuti oleh 70% pemilih yang masih awam politik.

Memilih berdasarkan imu kira-kira

Konsekuensi dari kualitas pemilih yang rendah, maka merekapun memilih calon pemimpin maupun caleg hanya berdasarkan ilmu kira-kira. Mereka tidak faham track record politisi itu apa dan bagaimana cara menilainya. Mereka tidak tahu apa kriteria calon pemimpin dan caleg yang berkualitas. Akibatnya, mereka memilih hanya berdasarkan ilmu kira-kira saja.

Mudah terpengaruh

Dengan kondisi kualitas pemilih yang rendah, maka mereka sangat mudah terpengaruh. Mulai dari pengaruh uang (money politik), janji-janji sorga yang ujung-ujungnya janji gombal, terlalu percaya dengan hasil-hasil survei politik yang sebenarnya rekayasa dan bertujuan menggiring opini mereka, terpengaruh iklan-iklan di TV, radio, spanduk dan alat peraga lainnya. Percaya apa yang dikatakan pemimpin lokalnya (bupati, camat, lurah dan lain-lain). Mengikuti apa saja yang dikatakan guru agamanya seolah-olah apa yang dikatakan guru agamanya tidak mungkin salah.

Mengira pemilu itu wajib

Sekitar 70% pemilihpun beranggapan bahwa memilih dalam pemilu adalah wajib. Padahal, memilih adalah hak. Hak artinya boleh memilih boleh tidak memilih. Masalahnya adalah, mereka tidak tahu bedanya pengertian wajib dan hak. Mereka datang ke TPS biasanya karena takut dikatakan golput seolah-olah golput itu buruk.

Takut fatwa haram golput

Kalau mendengar fatwa, maka rasio merekapun tidak digunakan. Mereka percaya begitu saja. Padahal,penyebab golput itu sangat banyak. Karena golput dikonotasikan negatif, maka merekapun takut melanggar fatwa haram golput. Seolah-olah kalau golput mereka akan masuk neraka. Sebuah logika yang sangat koplak.

Salah pilih

Karena ketidakfahaman mereka tentang politik,maka para pemilih akhirnya asal pilih. Akibatnya adalah, calon pemimpin dan caleg yang mereka pilih adalah figur-figur yang tidak berkualitas. Antara lain korupsi, menjual kekayaan alam ke kapitalis asing dengan harga murah, salah kelola APBN. Terjadilah macam-macam bencana. Antara lain bencana ekonomi, bencana hukum, bencana HAM, bencana perbankan dan bencana-bencana lain di berbagai sektor. Utang pemerintahpun tidak pernah berkurang secara signifikan, melainkan justru bertambah secara signifikan.

Korupsi tanggung jawab mereka yang tidak golput

Dengan demikian, karena 70% pemilih adalah pemilih yang tidak faham politik, tidak cerdas, tidak faham track record, tidak tahu kriteria kualitas, mudah terpengaruh uang, hasil survei, iklan dan janji, maka akhirnya mereka memilih hanya berdasarkan ilmu kira-kira saja. Mereka banyak salah pilihnya karena ternyata figur yang mereka pilih adalah figur koruptor. Korupsipun semakin merajalela di Indonesia. Jadi, mereka harus bertanggung jawab atas kesalahannya. Mereka harus secara jujur mengakui bahwa mereka telah salah pilih.

Hariyanto Imadha
Pengamat perilaku politik
Sejak 1973